VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan & aktivitas
kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602.
Markasnya berada di Batavia, yg kini bernama Jakarta. Hindia-Belanda
pada abad ke-17 & 18 tak dikuasai secara langsung oleh pemerintah
Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur
Belanda.
Tujuan utama VOC ialah mempertahankan monopolinya
terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan
melalui penggunaan & ancaman kekerasan terhadap penduduk di
kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, & terhadap orang-orang
non-Belanda yg mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut.
Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala
kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi
hampir seluruh populasi & kemudian mempopulasikan pulau-pulau
tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yg bekerja di
perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dlm politik internal Jawa pada
masa ini, & bertempur dlm beberapa peperangan yg melibatkan pemimpin
Mataram & Banten.
VOC yang berdiri pada tanggal 20 Maret 1602 tersebut terus berkembang
dan berhasil menguasai beberapa daerah penghasil rempah-rempah di
Indonesia, hal ini karena VOC merupakan wakil resmi dari kerajaan
Belanda dengan diberikan hak Octrooi (hak istimewa) antara lain:
- a. Hak monopoli perdagangan
- b. Hak mencetak dan mengeluarkan uang
- c. Hak mengadakan perjanjian
- d. Hak mengumurnkan perang
- e. Hak menjalankan kekuasaan kehakiman
- f. Hak memungut pajak
- g. Hak memiliki angkatan perang
- h. Hak menyelenggarakan pemerintahan sendiri
Dengan hak-hak
istimewa yang dimiliki oleh VOC, maka kongsi dagang yang sering disebut
Kompeni ini berkembang dengan cepat. Kedudukan Portugis mulai terdesak,
dan bendera Kompeni mulai berkibar.
Pada saat itu,
dalam upaya memperlancar aktivitas organisasi, VOC pada tahun 1610
memutuskan untuk membentuk jabatan Gouverneur Generaal sebagai wakil
Heeren XVII di Asia, yang pada waktu itu berkedudukan di Maluku.
Gubernur Jenderal VOC pertama Pieter Booth.
Kebijakan
ekspansif itu semakin mudah untuk diwujudkan ketika Jan Pieterszoon Coen
yang bersemboyan "tidak ada perdagangan tanpa perang dan juga tidak ada
perang tanpa perdagangan" diangkat menjadi Gouverneur Generaal pada
tahun 1619. Ia memindahkan pos dagang VOC di Banten dan kantor pusat VOC
dari Maluku ke Batavia, dalam persaingan dengan sesama Barat memperkuat
kepercayaan diri VOC, sehingga Portugis terpaksa harus segera pergi
dari kepulauan Maluku dan kemudian menyerahkan Melaka kepada VOC pada
tahun 1641. Sebelum itu, Belanda dengan keunggulan senjata dan
memanfaatkan kompetisi dan konflik di antara penguasa lokalnya, berhasil
memonopoli perdagangan pala, fuli dan cengkeh di Maluku.
Bentuk aturan paksaaan VOC yang diterapkan di Indonesia, antara lain:
- a. Aturan monopoli dagang, yaitu menguasai sendiri seluruh perdagangan rempah-rempah di Indonesia
- b. Contingen Stelsel, yaitu pajak yang harus dibayar oleh rakyat dengan menyerahkan hasil bumi
- c. Verplichte Leverantie, yaitu kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada VOC dengan harga yang telah ditetapkan
- d. Preangerstelsel, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyat Priangan untuk menanam kopi
Kompeni
mengikat raja-raja dengan berbagai perjanjian yang merugikan. Makin lama
Kompeni makin berubah menjadi kekuatan yang tidak hanya berdagang,
tetapi ikut mengendalikan pemerintahan di Indonesia. Kompeni mempunyai
pegawai dan anggota tentara yang semakin banyak. Daerah kekuasaannya pun
semakin luas. Tentu Kompeni membutuhkan biaya besar untuk memelihara
pegawai dan tentaranya. Biaya itu diambil dari penduduk. Pada zaman
kompeni penduduk kerajaan-kerajaan diharuskan menyerahkan hasil bumi
seperti beras, lada, kopi, rempah-rempah, kayu jati dan lain sebagainya
kepada VOC. Hasil bumi itu harus dikumpulkan pada kepala desa dan untuk
setiap desa ditetapkan jatah tertentu. Kemudian kepala desa
menyerahkannya kepada bupati untuk disampaikan kepada Kompeni. Tentu
saja Kompeni tidak mendapatkannya dengan gratis, tetapi juga memberi
imbalan berupa harga hasil bumi itu. Tetapi harga itu ditetapkan oleh
Kompeni, dan tidak ada tawar-menawar terlebih dahulu. Lagi pula, uang
harga pembelian itu tidak untuk sampai ke tangan petani di desa-desa.
Biasanya uang itu sudah dipotong oleh pegawai-pegawai VOC maupun oleh
kepala-kepala daerah pribumi.
Sumber:
http://www.sejarahnusantara.com/sejarah-nusantara/sejarah-aktivitas-kolonial-dan-monopoli-pergadangan-voc-di-nusantara-1602-1800-10023.html
http://manfaat-pengetahuan.blogspot.com/2013/10/sistem-monopoli-perdagangan-oleh-voc.html
http://manfaat-pengetahuan.blogspot.com/2013/10/sistem-monopoli-perdagangan-oleh-voc.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar