Industrialisasi >> suatu proses
interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan
perdagangan dunia untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu
strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa
Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam meilmpah seperti Kuwait
& libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Faktor pendorong
industrialisasi (perbedaan intesitas dalam proses industrialisasi antar negara)
:
a) Kemampuan
teknologi dan inovasi
b) Laju
pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c) Kondisi
dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri
dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin
alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d) Besar
pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk.
Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e) Ciri
industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap
implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f) Keberadaan
SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
Kebijakan/strategi
pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri
2. faktor-faktor
pendorong Industrialisasi
Perdagangan internasional adalah
perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara
lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa
antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu
negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di
banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk
meningkatkan GDP. Meskipun
perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur
Sutra, Amber
Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan
politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun
turut mendorong Industrialisasi,
kemajuantransportasi, globalisasi,
dan kehadiran perusahaan multinasional.
Teori Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S.,
bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di
dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks.
Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan
kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea,
tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena
adanya perbedaan budaya, bahasa, mata
uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam
perdagangan.
Model Ricardian
Model
Ricardian memfokuskan pada kelebihan
komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam
teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara
mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak
seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara
akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang
komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor
pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari
model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya
yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat.
Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak
memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal
kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari
perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung.
Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengeksporbarang yang
membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor
barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah
empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks
Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily
Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung
untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
Dalam model ini, mobilitas buruh antara
industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar
industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu
dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak
secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada
peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke
barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai
tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan
modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk
pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan
bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam
pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk
memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
3. Perkembangan Sektor Industri
Manufaktur Nasional
Perusahaan manufaktur merupakan penopang
utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan
industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk
melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini
dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja
industri secara keseluruhan.
Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi
tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendiperekonomian nasional,
perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan
perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional,
khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik
peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada
tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di
berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara
yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di
posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang
meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global,
menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.
Gejala Deindustrialisasi
Perkembangan industri manufaktur di
Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto
atau PDB. Bahkan pada akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006, banyak pengamat ekonomi yang mengkhawatirkan terjadinya
de-industrialisasi di Indonesia akibat pertumbuhan sektor industri manufaktur
yang terus merosot.
Deindustrialisasi merupakan gejala
menurunnya sektor industri yang ditandai dengan merosotnya pertumbuhan industri
manufaktur yang berlangsung secara terus menerus. Melorotnya perkembangan
sektor industri manufaktur saat itu mirip dengan gejala yang terjadi menjelang
ambruknya rezim orde baru pada
krisis global yang terjadi pada tahun 1998. Selain menurunkan sumbangannya
terhadap produk domestik bruto, merosotnya pertumbuhan industri manufaktur juga
menurunkan kemampuannya dalam penyerapan tenaga kerja.
Data dari Biro Pusat Statistik (BPS)
memperlihatkan bahwa pada triwulan pertama tahun 2005, pertumbuhan industri
manufaktur di Indonesia sebenarnya masih cukup tinggi, yaitu mencapai 7,1
persen. Namun memasuki triwulan kedua tahun 2005 perkembangannya terus merosot.
Bahkan pada akhir tahun 2005, perkembangan industri manufaktur kita hanya
mencapai 2,9 persen. Kondisi ini semakin parah setelah memasuki triwulan
pertama tahun 2006 karena pertumbuhannya hanya sebesar 2,0 persen.
Problem Pengangguran
Sebagai sektor industri yang sangat
penting, perkembangan industri manufaktur memang sangat diandalkan. Penurunan
pertumbuhan sektor industri ini dapat menimbulkan efek domino yang sangat
meresahkan. Bukan saja akan menyebabkan PDB menurun namun yang lebih
mengkhawatirkan adalah terjadinya gelombang pengangguran baru.
Apalagi problem pengangguran yang ada saat ini saja masih belum mampu diatasi
dengan baik.
Kita mestinya bisa belajar banyak dari
pengalaman tragedi ekonomi tahun 1998. Selain menyangkut fondasi perekonomian
nasional yang mesti diperkuat, sejumlah ahli juga melihat perlunya membenahi
strategi pembangunan industri
di Indonesia. Kalau perlu, pemerintah bisa melakukan rancang ulang atau
redesign menyangkut visi dan misi pembangunan industri, dari sejak hulu hingga
hilir. Paling tidak agar produk industri kita mampu bersaing di pasar global.
4. Permasalahan dalam Industri
Manufaktur
Industri manufaktur
di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :
|


2. Kualitas Sumber
daya Manusia
3. Keterbatasan dana
pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta
4. Kerja sama antara
pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian
masih
rendah
Masalah dalam
industri manufaktur nasional:
1. Kelemahan
struktural
·
Basis ekspor &
pasar masih sempitè walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam
& TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
a.
terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
b.
Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada,
Turki
& Norwegia
c.
USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil &
pakaian
jadi dari Indonesia
d.
Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah
terpengaruh
oleh perubahan permintaan produk di pasar terbatas
e.
Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami penurunan
harga
muncul pesaing baru seperti cina & vietman
f.
Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sbg akibat factor
internal
seperti tuntutan kenaikan upah
·
Ketergantungan impor sangat tinggi
1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk
industri berteknologi tinggi seperti kimia, elektronik, otomotif, dsb, tapi
masih proses penggabungan, pengepakan dan assembling dengan hasil:
a. Nilai impor bahan baku, komponen &
input perantara masih tinggi diatas
45%
b. Industri padat
karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung kepada
impor bahan baku,
komponen & input perantara masih tinggi.
c. PMA sector
manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku &
komponen
dari LN
d. Peralihan
teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan
organisasi
dan keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
e. Pengembangan
produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan
pemasaran
masih terbatas
·
Tidak ada industri
berteknologi menengah
a.
Kontribusi industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik, semen)
thd
pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
b.
Kontribusi produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas,
besi
& baja) thd ekspor menurun 1985 – 997
c.
Produksi produk dg teknologi rendah berkembang pesat.
·
Konsentrasi regional
Ndustri mnengah & besar terkonsentrasi di Jawa.
2. Kelemahan
organisasi
·
Industri kecil &
menengah masih terbelakangèproduktivtas rendahèJumlah
Tk masih banyak (padat Karya)
·
Konsentrasi Pasar
·
Kapasitas menyerap
& mengembangkan teknologi masih lemah
·
SDm yang lemah
5. Strategi Pengembangan Sektor
Industri
Startegi
pelaksanaan industrialisasi:
1. Strategi substitusi impor (Inward
Looking).
Bertujuan mengembangkan industri
berorientasi domestic yang dapat menggantikan
produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan
Pertimbangan menggunakan
strategi ini:
§ Sumber
daya alam & Faktor produksi cukuo tersedia
§ Potensi
permintaan dalam negeri memadai
§ Sebagai
pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
§ Kesempatan
kerja menjadi luas
§ Pengurangan
ketergantungan impor, shg defisit berkurang
2. Strategi promosi ekspor (outward
Looking)
Beorientasi ke pasar
internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri
yang memiliki keunggulan bersaing.Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil
:
·
Pasar harus
menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang ybs
baik pasar input maupun output
·
Tingkat proteksi
impor harus rendah
·
Nilai tukar harus
realistis
·
Ada insentif untuk
peningkatan ekspor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar