Rabu, 29 April 2015

Utang Luar Negeri

Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
  • Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2014 tercatat USD269,3 miliar sehingga tumbuh 7,1% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan Desember 2013 sebesar 4,6% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut terutama dipengaruhi oleh kenaikan posisi ULN sektor swasta sebesar 12,2% (yoy) menjadi USD141,4 miliar. Sementara itu, posisi ULN sektor publik tumbuh sebesar 1,9% (yoy) menjadi USD127,9 miliar. Jika dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya, ULN sektor swasta hanya tumbuh 0,6%,  sementara ULN sektor publik meningkat 3,5% * (mtm).
  • Berdasarkan jangka waktu, kenaikan pertumbuhan ULN terutama terjadi pada ULN jangka panjang. ULN berjangka panjang pada Januari 2014 tumbuh 7,1% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan Desember 2013 sebesar 4,1% (yoy). Sementara itu, ULN berjangka pendek tumbuh 7,0% (yoy), sedikit lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,1% yoy. Pada Januari 2014, ULN berjangka panjang tercatat sebesar USD222,8 miliar, atau mencapai 82,7% dari total ULN.  Dari jumlah tersebut, ULN berjangka panjang sektor publik mencapai USD121,5 miliar (95,0% dari total ULN sektor publik), sementara ULN berjangka panjang sektor swasta sebesar USD101,3 miliar (71,7% dari total ULN swasta).
  • Untuk ULN swasta, peningkatan pertumbuhan terjadi pada ULN sektor finansial dan sektor pengangkutan & komunikasi. ULN sektor swasta terutama terarah pada lima sektor ekonomi, yaitu sektor keuangan (pangsa 26,5% dari total ULN swasta), sektor industri pengolahan (pangsa 20,4%), sektor pertambangan dan penggalian (pangsa 18,1%), sektor listrik, gas, dan air bersih (pangsa 11,6%), dan sektor pengangkutan dan komunikasi (pangsa 7,6%). Dari kelima sektor tersebut, dua sektor yaitu sektor keuangan dan sektor pengangkutan dan komunikasi mencatat kenaikan pertumbuhan pada Januari 2014 masing-masing sebesar 11,1% (yoy) dan 5,8% (yoy), dari bulan sebelumnya sebesar 5,7% (yoy) dan 4,4% (yoy).  Sementara itu, pertumbuhan ULN sektor pertambangan dan penggalian dan sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 20,4% (yoy) dan 11,7% (yoy), lebih lambat dari 26,1% (yoy) dan 12,1% (yoy) pada bulan sebelumnya. Di sisi lain, ULN sektor  listrik, gas, dan air bersih masih mengalami kontraksi sebesar 1,7% (yoy).
  • Bank Indonesia memandang perkembangan ULN tersebut masih cukup sehat dalam menopang ketahanan sektor eksternal tercermin pada posisi ULN Januari 2014 yang cukup terkendali di level 30,8% dari PDB.Peningkatan pertumbuhan ULN Januari 2014 antara lain tidak terlepas dari kebutuhan kebutuhan pembiayaan ekonomi, termasuk melalui utang luar negeri.  Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN Indonesia, terutama ULN jangka pendek swasta, sehingga tetap optimal mendukung perekonomian Indonesia.
Sumber:
http://lisnaaswida.blogspot.com/2011/03/bab-11-neraca-pembayaran-arus-modal.html
http://dellyherdiana.blogspot.com/2011/05/neraca-pembayaran-arus-modal-asing-dan.html

Arus Modal Masuk

Neraca modal yang menggambarkan arus keluar masuk devisa yang bukan merupakan pembayaran atas barang atau jasa. Arus devisa yang di catat di neraca modal ialah devisa dalam arti arus modal masuk, baik berupa dana investasi maupun pinjaman atau utang luar negeri. Investasi dan pinjaman dari luar negeri merupakan arus masuk. Sedangkan investasi kita ke luar negeri dan pinjaman yang kita berikan kepada pihak luar negeri dicatat dalam arus keluar. Sebagian besar pinjaman luar negeri yang diperoleh pemerintah berasal dari sebuah konsorsium bernama Consultative Group for Indonesia (CGI) yang sebelumnya bernama Inter Group on Indonesia (IGGI). Arus modal asing bisa mendatangkan manfaat yang lebih besar ketimbang risikonya jika dikelola dengan benar. Diperkirakan hingga akhir tahun ini arus modal asing yang masuk ke Indonesia mencapai sekitar US$25 miliar. Manfaat tersebut antara lain, penurunan biaya bunga APBN, sumber investasi swasta, pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI) dan kedalaman pasar modal. Sementara risikonya adalah terjadinya pembalikan, tekanan penguatan rupiah dan gelembung ekonomi. Pemerintah perlu lebih aktif lagi untuk mendorong perusahaan swasta untuk masuk bursa lewat penawaran saham perdana (IPO) atau right issue. kemudian, memperbanyak penerbitan obligasi negara dengan berbagai macam seri dan jangka waktu.

Besarnya arus modal masuk ke Indonesia, sebagai akibat pertumbuhan perekonomian yang tetap terjaga dalam beberapa tahun terakhir, harus dapat dimanfaatkan untuk mendanai proyek-proyek jangka panjang. Mengelola arus modal masuk (capital inflow) ke dalam kawasan merupakan sebuah tantangan yang sulit, yang dihadapi negara-negara emerging market seperti Indonesia karena dapat membawa berbagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan.

Seperti yang telah diketahui, untuk menjaga stabilitas moneter akibat derasnya arus modal masuk ke Indonesia dan besarnya likuiditas saat ini, BI menerapkan beberapa kebijakan yang diapresiasi Bank Dunia dan IMF sebagai langkah yang tepat.

Sumber:
http://lisnaaswida.blogspot.com/2011/03/bab-11-neraca-pembayaran-arus-modal.html
http://dellyherdiana.blogspot.com/2011/05/neraca-pembayaran-arus-modal-asing-dan.html
http://ratnadedew21.blogspot.com/2011/03/neraca-pembayaran-arus-modal-asing.html

Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran adalah suatu catatan atau pendataan yang berisi ringkasan aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh suatu badan mandiri ataupun suatu badan kenegaraan yang berupa transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain dalam jangka waktu yang telah ditentukan namun biasanya adalah satu tahun. Neraca pembayaran dapat mencakup aktifitas ekoniomi berupa pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, serta transaksi financial lainya. Neraca ini dikeluarkan sebagai bentik evaluasi adanya untung atau rugi dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pihak terkait guna perbaikan agar lebih baik lagi untuk urusan perekonomian mereka dimasa depan. Dalam neraca ini biasanya ada dua macam pembukuan yaitu pembukuan kredit untuk menghitung dan mendata pengeluaran dan juga pembukuan debit untuk menghitung segala pemasukan yang didapat dari usaha atau aktifitas perekonomian.

Contoh Grafik Neraca Pembayaran

Neraca Pembayaran, Pengertian dan Fungsinya
Neraca pembayaran dalam lingkup internasional dapat berupa seluruh data yang dicatat dari kegiatan ekonomi yang dilakukan melaui kerjasama internasional yang meliputi aktivitas perdagangan, stabilitas keuangan dan hal yang bersifat moneter antara sesame penduduk dalam negeri atau penduduk asli dan antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri, dalam hal ini penduduk dapat juga diartikan sebagai individu maupun sebagai suatu badan atau perusahaan. Neraca ini biasanya dikeluarkan dalam jangka waktu rutin yaitu setiap satu tahun yang berisi tentang data- data yang diperoleh dengan melalui kegiatan ekkonomi yaitu aktivitas transaksi baik kredit maupun debit.
Neraca pembayaran dapat juga diartikan secara esensial yaitu suatu catatan yang merupakan system dalam aspek akuntansi yang mengukur dan membahas serta menunjukan kinerja suatu Negara dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Pencatatan dan pendataan transaksi yang dilakukan oleh sebuah badan dari suatu Negara dapat dilakukan dengan melalui pembukuan berpasangan. Pembukuan berpasangan pendataan dan pencatatan suatu aktifitas transaksi yang memiliki data kredit di satu sesi dan data debit di sesi lainya. Dengan demikian Neraca pembayaran yang berisi tentang catatan transaksi melalui aktifitas ekonomi akan tercetak dan siap untuk menjadi sebuah laporan yang akan digunakan sebagai sebuah resensi untuk memajukan perekonomian.

Sumber : http://komponenelektronika.biz/neraca-pembayaran-pengertian-dan-fungsinya.html

Tingkat Daya Saing Indonesia

Pemahaman mengenai pentingnya daya saing berkembang seiring dengan semakin berkembangnya globalisasi dan perdagangan bebas. Daya saing secara garis besar diukur berdasarkan kondisi institusi, kebijakan, dan faktor-faktor  yang menentukan tingkat produktivitas ekonomi suatu negara.

Produktivitas yang tinggi mencerminkan daya saing tinggi dan daya saing tinggi berpotensi menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Daya saing tinggi menuntut pemenuhan “prasyarat dasar” yang diantaranya meliputi infrastruktur, kualitas kelembagaan birokrasi, stabilitas ekonomi makro, serta pendidikan.

Inpres No. 6 Tahun 2014  dan Strategi Peningkatan Daya Saing

Pemerintah RI terus meningkatkan komitmennya dalam mendukung optimalisasi daya saing guna memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dengan  terbitnya Inpres No. 6 Tahun 2014 pada 1 September 2014.

Melalui Inpres tersebut, Presiden RI menginstruksikan kepada jajaran pemerintah di seluruh Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk meningkatkan daya saing nasional dan melakukan persiapan pelaksanaan MEA yang akan dimulai pada Tahun 2015.

Diharapkan melalui Inpres tersebut peningkatan daya saing dapat terus ditingkatkan, utamanya dengan mengedepankan beberapa strategi dasar di antaranya: 
  • Pengembangan industri nasional yang berfokus pada pengembangan industri prioritas dalam rangka memenuhi pasar ASEAN; pengembangan industri dalam rangka mengamankan pasar dalam negeri. Selanjutnya, pengambangan industri kecil menengah; pengembangan SDM dan penelitian; dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
  • Pengembangan pertanian, dengan fokus pada peningkatan investasi langsung di sektor pertanian, dan peningkatan akses pasar.
  • Pengembangan kelautan dan perikanan, dengan fokus pada penguatan kelembagaan dan posisi kelautan dan perikanan; penguatan daya saing kelautan dan perikanan; penguatan pasar dalam negeri; dan penguatan dan peningkatan pasar ekspor.
  • Pengembangan energi, yang fokus pada pengembangan sub sektor ketenagalistrikan dan pengurangan penggunaan energi fosil (Bahan Bakar Minyak); sub sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi; dan peningkatan pasokan energi dan listrik agar dapat bersaing dengan negara yang memiliki infrastruktur lebih baik.
Selain itu masih ada sepuluh sektor pengembangan lainnya, yang meliputi pengembangan infrastruktur; pengembangan sistem logistik nasional; pengembangan perbankan; investasi; usaha mikro, kecil, dan menengah; tenaga kerja; kesehatan; perdagangan; kepariwisataan; dan kewirausahaan.
Kita patut bersyukur upaya untuk terus meningkatkan daya saing secara bertahap di Indonesia telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, meskipun harus diakui masih terdapat berbagai kekurangan  yang menjadi tugas bersama untuk terus memperbaikinya.

Meningkatnya daya saing Indonesia tercermin dari laporan Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) pada Selasa (2/9), yang  merilis Indeks Daya Saing Global 2014-2015. Dalam rilis itu dikemukakan, daya saing Indonesia naik 4 tingkat menjadi peringkat 34 dari 144 negara di dunia.

Peringkat Indonesia mengungguli Spanyol (35), Portugal (36), Filipina (52), Rusia (53), Brasil (57), India (71), Yunani (81), Mesir (119) dan Pakistan (129). Pada tahun 2012 daya saing Indonesia ada pada peringkat 50, tahun 2013 urutan ke-38 dan tahun ini menempati urutan ke-34.

Membaiknya daya saing Indonesia antara lain ditopang oleh ‘prestasi’ pertumbuhan ekonomi yang rata-rata mencapai 5,8% per tahun sejak 2005. Di tengah melambatnya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5%.

Peningkatan daya saing Indonesia juga banyak didorong oleh kemajuan pembangunan infrastruktur. Meskipun infrastruktur kita masih banyak masalah, namun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir progresnya cepat, terutama infrastruktur konektivitas.

Kenaikan peringkat daya saing Indonesia seyogyanya dapat terus diupayakan percepatannya dalam  menghadapi persaingan MEA 2015 mendatang, strategi utama yang dapat dipertimbangkan adalah memacu percepatan reformasi birokrasi.

Hal ini didasari atas kenyataan masih belum kondusifnya  dukungan birokrasi dalam mengoptimalkan peningkatan daya saing, terutama terkait dengan mengembangkan kemudahan berbisnis (doing business) sebagai salah satu tolok ukur utama daya saing negara.

Dari berbagai riset dan literatur sudah diidentifikasi bahwa rendahnya kapasitas kelembagaan birokrasi merupakan penyebab rendahnya tingkat kemudahan menjalankan bisnis di Indonesia.

Hal ini kontraproduktif dengan  proyeksi semakin meningkatnya kompleksitas pengelolaan makroekonomi jelang pemberlakuan MEA 2015,  yang  memerlukan penguatan dan peningkatan kapasitas institusional secara memadai dan berkesinambungan.

Kapasitas kelembagaan birokrasi bukan hanya mencakup institusi yang efisien, namun juga jajaran staf birokrasi yang berkualitas dan regulasi yang kondusif bagi pengembangan iklim investasi.

Survei yang dilakukan Bank Dunia juga menunjukkan korelasi kuat antara tingkat kemudahan menjalankan bisnis dan tingkat daya saing ekonomi. Masalah pemberdayaan kelembagaan birokrasi tampaknya memang menjadi soal sangat serius bagi Indonesia ke depannya.

Upaya-upaya berkelanjutan dalam menciptakan efektif dan efisiensi birokrasi seyogyanya menjadi upaya bersama untuk diwujudkan percepatannya. Kementerian/lembaga yang terkait dengan pelayanan publik harus menjadi aktor-aktor utama perubahan kelembagaan yang lebih baik yang diikuti dengan kesamaan dalam menerjemahkan visi sampai dengan level birokrasi di pemerintah daerah.

Di tingkat daerah, pemerintah daerah seyogyanya mengubah paradigma penggalian pendapatan daerah yang bersumber dari pungutan daerah, serta menjadikan  pemodal atau investor yang akan menanamkan modalnya di daerah sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan yang baik.

Harus dipahami bahwa persaingan di tingkat regional Asean, Asia, bahkan global, akan menghadapkan birokrasi pemerintahan Indonesia dengan negara-negara lain. Maka, unsur birokrasi pemerintahan pada level pusat dan daerah, harus bersiap diri untuk berkompetisi dengan birokrat dari negara-negara lain.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk basis inovasi di kelembagaan pemerintahan juga perlu dilakukan karena arah birokrasi ke depan adalah otomasi atau bahkan digitalisasi yang akan makin mengefisienkan roda birokrasi.

Implementasi prinsip-prinsip effective and efficient government dengan menata ulang struktur birokrasi, memacu daya adaptasi birokrasi terhadap perubahan  dalam penyelenggaraan pemerintahan, merupakan kata kunci dalam mengoptimalkan peran kelembagaan birokrasi bagi peningkatan daya saing nasional.

Dari sisi SDM,  perlu terus diupayakan   membangun meritokrasi sistem staffing birokrasi, melalui implementasi open recruitment, dengan open recruitment, diharapkan akan didapatkan  calon-calon yang kapabel untuk memegang jabatan tertentu.

Menata ulang kelembagaan dan SDM birokrasi seyogyanya  menjadi prioritas pada semua tataran birokrasi, mengingat semakin ketatnya persaingan ekonomi kawasan pada masa mendatang.

Ketatnya persaingan akan  menjadikan semakin sentralnya peran birokrasi sebagai “center of activity”  yang menjamin akselerasi berbagai implementasi  kebijakan dan program yang dirancang untuk memenangkan persaingan jelang MEA 2015.

Birokrasi harus mampu memberi sumbangsih   dalam pemberdayaan masyarakat, menjadi katalisator dan inovator serta membangun kompetisi dalam arti positip, menjadikan birokrasinya saling bersaing, antar bagian dalam memberikan pendampingan dan penyediaan regulasi dan barang-barang kebutuhan publik.

Transformasi jiwa-jiwa entrepreneurship  ke dalam birokrasi dapat  menjadi alternatif solusi dalam menjawab tantangan tersebut,  mewirausahakan birokrasi  sejatinya adalah sebuah usaha reformasi birokrasi dari aspek sumber daya manusia, yang dapat dilakukan paralel dengan  usaha untuk mereformasi birokrasi dari aspek sistem dan kelembagaan birokrasi yang ada.

Mentransformasikan jiwa-jiwa entrepreneurship ke dalam birokrasi, membangun pemerintahan yang kompetitif dan berwawasan ke depan, sebagaimana konsepsi  David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku “Reinventing Goverment” tampaknya layak dipertimbangkan dalam menyongsong pemberlakuan MEA 2015.

Mengembangkan spirit wirausahawan pada birokrasi dapat menjadi alternatif pilihan dalam memenangkan persaingan MEA 2015, dengan mewirausahakan birokasi akan menghasilkan individu-individu birokrasi yang beroreintasi kepada tindakan yang bermotivasi tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya, efesien, kreatif dan inovatif dalam memasarkan potensi unggulan daerah,  agar memiliki  nilai tambah ekonomi tinggi.

Sikap-sikap mental yang positif dari jiwa-jiwa entrepreneurship  seyogyanya dapat menjadi sebuah daya yang besar dalam mengoptimalkan   kinerja birokrasi dalam mengembangkan investasi, mengatasi masalah ketenagakerjaan, pembangunan infrastruktur dan mengembangkan ekonomi kreatif.

Optimalisasi kinerja birokrasi sangat dibutuhkan dalam memenangkan kompetisi yang terjadi di segala lini dari mulai persaingan mendapatkan investasi, kualitas dan harga jual produk ekspor, pasar tenaga kerja, kualitas infrastruktur, hingga regulasi yang pro-investasi.

Kita tentunya berharap dengan mentransformasi spirit kewirausahaan dalam birokrasi akan dapat semakin meningkatkan  kinerja birokrasi dalam  memperkuat daya saing ekonomi nasional  dalam memenangkan persaingan MEA 2015, sehingga dapat mempercepat terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sumber:
http://setkab.go.id/peningkatan-daya-saing-ekonomi-dan-peran-birokrasi/
http://www.bappenas.go.id/berita-dan-siaran-pers/pentingnya-peningkatan-daya-saing-nasional-bagi-indonesia/
http://finansial.bisnis.com/read/20140917/9/257993/indeks-daya-saing-global-indonesia-naik-empat-tingkat-ke-posisi-34

Perkembangan Ekspor Indonesia

Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997.

Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.

Selama lima tahun terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar 45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%.

Dilihat dari kontribusinya, rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%.

Perkembangan Ekspor Indonesia Berdasarkan Sektor



   
(Dalam US$)
Sektor20072008200920102011Peran
Th. 2011 (%)
I. MIGAS22.088.567.87629.126.274.35519.018.296.91128.039.599.53441.477.035.63620,38%
    1. Minyak Mentah9.226.036.45012.418.743.6467.820.256.57810.402.867.66813.828.677.8576,80%
    2. Hasil Minyak2.878.751.0783.547.001.2092.262.327.7153.967.277.1944.776.854.8372,35%
    3. Gas9.983.780.34813.160.529.5008.935.712.61813.669.454.67222.871.502.94211,24%
II. NON MIGAS92.012.322.875107.894.150.04797.491.729.170129.739.503.936162.019.584.42479,62%
    1. Pertanian3.657.784.6544.584.576.8514.352.754.3185.001.899.0025.165.793.6692,54%
    2. Industri76.460.827.88088.393.495.92873.435.840.87798.015.076.416122.188.727.15060,04%
    3. Tambang11.884.904.61914.906.165.17819.692.338.64426.712.581.10734.652.027.38217,03%
    4. Lainnya8.805.7229.912.09010.795.3319.947.41113.036.2230,01%
TOTAL114.100.890.751137.020.424.402116.510.026.081157.779.103.470203.496.620.060100,00%

Peran Ekspor Kelompok Hasil Industri Terhadap Total Ekspor Hasil Industri


(Dalam US$)       Klik nama kelompok untuk data lebih rinci. Klik tahun untuk mengubah urutan (sort).
Kelompok Hasil Industri20072008200920102011Peran
Th. 2011 (%)
1. Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit10.361.901.07716.104.663.84912.924.892.23417.253.751.94623.179.189.21718,97%
2. Pengolahan Karet6.307.078.6677.751.089.5395.020.188.6649.522.622.73714.540.361.16711,90%
3. T e k s t i l9.790.097.03710.116.346.3729.245.131.84911.205.515.35013.234.016.87510,83%
4. Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif8.989.417.39210.942.504.7628.701.120.87310.840.032.11613.191.710.37610,80%
5. Elektronika6.973.615.8687.677.048.3607.899.592.3769.254.562.5249.536.135.7127,80%
6. Pengolahan Tembaga, Timah dll.6.144.869.6245.654.641.0204.241.502.4886.505.973.1117.500.962.4976,14%
7. Kimia Dasar4.562.315.3203.821.506.0743.168.301.0754.577.664.1116.119.906.2615,01%
8. Pulp dan Kertas4.440.493.8185.219.621.8854.272.376.6375.708.164.3425.769.378.2834,72%
9. Makanan dan Minuman2.515.635.1813.202.403.2262.569.307.2103.219.558.3394.505.240.0173,69%
10. Pengolahan Kayu4.475.306.7424.200.212.3673.441.452.0724.280.345.6724.474.988.0943,66%
11. Kulit, Barang Kulit dan Sepatu/Alas Kaki1.879.391.7732.089.036.0691.888.082.9112.665.634.7283.450.898.9522,82%
12. Alat-alat Listrik2.145.996.3572.388.216.9312.004.626.3452.657.943.7802.995.110.9902,45%
13. Peng. Emas, Perak, Logam Mulia, Perhiasan dll.865.715.5081.042.115.2951.160.013.0041.417.404.4972.520.059.4052,06%
14. Barang-barang Kimia lainnya398.310.524852.577.028654.870.718925.326.6411.978.291.1641,62%
15. Plastik1.001.987.3131.140.825.439994.446.3961.216.938.0461.429.411.9111,17%
16. Alat Olah Raga, Musik, Pendidikan dan Mainan688.702.575742.351.443673.212.245894.894.5421.000.753.3150,82%
17. Keramik, Marmer dan Kaca858.563.024878.376.933734.103.741901.381.338952.623.9000,78%
18. P u p u k522.214.250694.156.209498.183.870736.106.806920.720.9950,75%
19. Pengolahan Aluminium881.888.757881.388.503538.917.104790.252.173893.452.3960,73%
20. Rokok367.986.903435.121.378502.061.688598.860.694648.437.3180,53%
21. Komoditi lainnya313.905.015393.511.816423.641.237557.864.036546.572.0070,45%
22. Makanan Ternak324.599.743433.402.709248.004.394344.544.180504.033.7820,41%
23. Produk Farmasi211.880.957255.328.237257.224.001360.442.018438.140.7510,36%
24. Barang-barang Kerajinan lainnya219.730.848221.350.731225.484.811295.366.789361.101.2840,30%
25. Kosmetika137.873.395174.502.986197.220.287269.790.385349.090.0730,29%
26. Pengolahan Tetes125.037.696204.468.302210.078.474253.512.494296.184.6690,24%
27. Minyak Atsiri148.553.112193.978.498143.940.963198.982.243242.295.2360,20%
28. Kamera dan Alat-alat Optis193.250.034187.142.474173.658.747183.371.019224.681.1940,18%
29. Pengolahan Rotan Olahan360.673.162280.953.416201.134.406195.057.949208.012.2400,17%
30. Semen dan Produk dari Semen217.555.419170.198.567169.376.386112.195.859123.001.9040,10%
31. Pengolahan Hasil Hutan Ikutan36.280.78944.455.51053.693.67171.015.95153.965.1650,04%

Sumber :
http://kemenperin.go.id/statistik/peran.php?ekspor=1
http://pphp.pertanian.go.id/upload/pdf/Jurnal_Edisi_Jun_14.pdf
http://www.binasyifa.com/609/14/27/perkembangan-ekspor-impor-indonesia.htm