Ketentuan yang terdapat dalam
pasal 15 UU No.25 Tahun 1992 menyatakan bahwa koperasi dapat berbentuk koperasi
primer atau koperasi sekunder.
Koperasi primer adalah koperasi
yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang. Koperasi ini dibentuk
sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang.
Koperasi sekunder adalah koperasi
yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi. Pengertian koperasi sekunder
meliputisemua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer
dan/atau koperasi sekunder. Koperasi sekunder didirikan oleh sekuang-kurangnya
3 (tiga) koperasi. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi,
koperasi sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun berbagai jenis
tingkatan. Dalam hal koperasi mendirikan koperasi sekunder dalam berbagai
tingkatan, seperti yang selama ini dikenal sebagai pusat, gabungan dan induk
maka jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh koperasi yang
bersangkutan.
Jika dilihat kembali ketentuan
pasal 15 dan 16 UU No.12 Tahun 1967 beserta penjelasannya, maka dapat diketahui
empat tingkatan organisasi koperasi yang didasarkan atau disesuaikan dengan
tingkat daerah administrasi pemerintahan, yaitu sebagai berikut:
1. Koperasi primer, dibentuk sekurang-kurangnya 20
orang yang telah memenuhi syarat-syarat keanggotaan sebagaimana ditentukan
dalam undang-undang.
2. Pusat koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 5
koperasi primer yang berbadan hukum. Koperasi ini daerah kerjanya adalah daerah
tingkat II (tingkat kabupaten).
3. Gabungan koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 3
pusat koperasi yang berbadan hukum. Gabungan koperasi ini daerah kerjanya
adalah daerah tingkat I (tingkat propinsi).
4. Induk koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 3
gabungan koperasi yang berbadan hukum. Induk koperasi ini daerah kerjanya
adalah Ibukota Negara RI (tingkat nasional).
UU ini disahkan pada tanggal 18
Desember 1967. Meskipun dipersiapkan dalam waktu relatif pendek (kurang dari
satu tahun), tetapi merupakan suatu sukses besar karena dalam waktu yang
relatif pendek tim yang dibentuk dapat menghilangkan pengaruh-pengaruh yang
dapat menjerumuskan gerakan koperasi ke salah saru aliran. Di samping itu,
penyusunan UU No. 12 Tahun 1967 ini dilandasi oleh pemikiran dan kaidah ekonomi.
Sebagai pelaksana UU tersebut
Direktorat Jenderal Koperasi, Departemen Transmigrasi dan Koperasi (Transkop)
mengeluarkan “Bunga Rampai Peraturan-peraturan Perkoperasian” tahun 1968
– 1969 yang memuat keputusan dan peraturan.
Peraturan perkoperasian tersebut,
mempunyai kedudukan sebagai pelaksanaan UU No.12 Tahun 1967. Peraturan-peraturan
pelaksana mempunyai kedudukan yang penring dalam perkembangan gerakan koperasi
Indonesia. Keputusan Menteri Transkop No. 64 / Kpts / Mentranskop / 1969
tanggal 16 – 07 – 1969 mengharuskan bentuk organisasi kesatuan Gerakan Koperasi
Indonesia berbadan hukum. Sebagai realisasinya, maka tanggal 9 Februari 1970
terbentuk badan Gerakan Koperasi Indonesia dengan nama : Dewan Koperasi Indonesia.
UU No. 12 / 1967 telah meletakkan
dasar pola pemikiran ekonomi bagi gerakan koperasi dan memberikan peluang yang
luas bagi usaha koperasi. Namun sayang, selama 25 tahun (sampai dengan 1992)
digunakan sebagai landasan kegiatan berkoperasi, tetapi belum juga didukung
oleh suatu peraturan pelaksanaan yang diharapkan dapat membantu memberi
petunjuk bagi pelaksanaan UU itu.
SUMBER :
Hendar
dan Kusnandi, Ekonomi Koperasi untuk Perguruan Tinggi, Jakarta : Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar